Wage Rudolf Supratman lahir di Dukuh Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 19 Maret 1903. Beliau adalah pengarang lagu kebangsaan Indonesia, "Indonesia Raya" dan pahlawan nasional Indonesia.
Ayahnya bernama Senen, sersan di Batalyon VIII. Saudara Soepratman berjumlah enam, laki satu, lainnya perempuan. Salah satunya bernama Roekijem. Ada juga yang bilang WR Supratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ayahnya bernama Jumeno Kartodikromo (tentara KNIL Belanda) dan ibunya, Siti Senen. Pada tahun 1914, Soepratman ikut Roekijem ke Makassar. Di sana ia bersekolah dan dibiayai oleh suami Roekijem yang bernama Willem van Eldik.
Soepratman lalu belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama tiga tahun, kemudian melanjutkannya ke Normaalschool di Makassar sampai selesai. Ketika berumur 20 tahun, lalu dijadikan guru di Sekolah Angka 2. Dua tahun selanjutnya ia mendapat ijazah Klein Ambtenaar.
Beberapa waktu lamanya ia bekerja pada sebuah perusahaan dagang. Dari Makassar, ia pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda dan Kaoem Kita. Pekerjaan itu tetap dilakukannya sewaktu sudah tinggal di Jakarta. Dalam pada itu ia mulai tertarik kepada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan. Rasa tidak senang terhadap penjajahan Belanda mulai tumbuh dan akhirnya dituangkan dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.
Soepratman dipindahkan ke kota Sengkang. Di situ tidak lama lalu minta berhenti dan pulang ke Makassar lagi. Roekijem sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik. Banyak karangannya yang dipertunjukkan di mes militer. Selain itu Roekijem juga senang bermain biola, kegemarannya ini yang membuat Soepratman juga senang main musik dan membaca-baca buku musik.
Sumber, Wikipedia
KOMPAS. com
Ayahnya bernama Senen, sersan di Batalyon VIII. Saudara Soepratman berjumlah enam, laki satu, lainnya perempuan. Salah satunya bernama Roekijem. Ada juga yang bilang WR Supratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ayahnya bernama Jumeno Kartodikromo (tentara KNIL Belanda) dan ibunya, Siti Senen. Pada tahun 1914, Soepratman ikut Roekijem ke Makassar. Di sana ia bersekolah dan dibiayai oleh suami Roekijem yang bernama Willem van Eldik.
Soepratman lalu belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama tiga tahun, kemudian melanjutkannya ke Normaalschool di Makassar sampai selesai. Ketika berumur 20 tahun, lalu dijadikan guru di Sekolah Angka 2. Dua tahun selanjutnya ia mendapat ijazah Klein Ambtenaar.
Beberapa waktu lamanya ia bekerja pada sebuah perusahaan dagang. Dari Makassar, ia pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda dan Kaoem Kita. Pekerjaan itu tetap dilakukannya sewaktu sudah tinggal di Jakarta. Dalam pada itu ia mulai tertarik kepada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan. Rasa tidak senang terhadap penjajahan Belanda mulai tumbuh dan akhirnya dituangkan dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.
Soepratman dipindahkan ke kota Sengkang. Di situ tidak lama lalu minta berhenti dan pulang ke Makassar lagi. Roekijem sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik. Banyak karangannya yang dipertunjukkan di mes militer. Selain itu Roekijem juga senang bermain biola, kegemarannya ini yang membuat Soepratman juga senang main musik dan membaca-baca buku musik.
W.R. Soepratman tidak beristri serta tidak pernah mengangkat anak.
Sewaktu tinggal di Makassar, Soepratman memperoleh pelajaran musik dari kakak iparnya yaitu Willem van Eldik, sehingga pandai bermain biola dan kemudian bisa menggubah lagu. Ketika tinggal di Jakarta, pada suatu kali ia membaca sebuah karangan dalam majalah Timbul. Penulis karangan itu menantang ahli-ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan.
Soepratman tertantang, lalu mulai menggubah lagu. Pada tahun 1924 lahirlah lagu Indonesia Raya, pada waktu itu ia berada di Bandung dan pada usia 21 tahun.
Pada bulan Oktober 1928 di Jakarta dilangsungkan Kongres Pemuda II. Kongres itu melahirkan Sumpah Pemuda. Pada malam penutupan kongres, tanggal 28 Oktober 1928, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan peserta umum (secara intrumental dengan biola atas saran Soegondo berkaitan dengan kondisi dan situasi pada waktu itu, lihat Sugondo Djojopuspito). Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Semua yang hadir terpukau mendengarnya. Dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional. Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan. Lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka.
Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan, lambang persatuan bangsa. Tetapi, pencipta lagu itu, Wage Roedolf Soepratman, tidak sempat menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan.
Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, ia selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda, sampai jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu ciptaannya yang terakhir "Matahari Terbit" pada awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM Jalan Embong Malang, Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya. Ia meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit.
KONTROVERSI
Pengadilan Negeri (PN) Purworejo sejak sekitar satu tahun terakhir menetapkan bahwa tempat dan tanggal lahir WR Supratman di Dusun Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, pada tanggal 19 Maret 1903.
Penetapan itu mengoreksi keterangan tentang WR Supratman selama ini yang lahir di Jatinegara, Jakarta, pada tanggal 9 Maret 1903.
Ia mengatakan, surat permohonan perubahan tempat dan tanggal lahir WR Supratman telah berada di Sekretariat Negara di Jakarta.
"Sebagai warga Purworejo, tentu kami berharap ada pengakuan formal bahwa WR Supratman adalah putra bangsa yang lahir di Purworejo. Kami juga meminta pelurusan sejarah agar anak cucu mendapatkan informasi yang benar," katanya.
Anggota Tim Pelurusan Sejarah WR Supratman, Soekoso DM, mengatakan, selama ini Wage (sebutan untuk WR Supratman) tertulis lahir di Meester Cornelis, Jatinegara, Jakarta.
Keterangan tentang hal itu, katanya, berdasarkan pengakuan kakaknya, Roekijem Soepratijah van Eldik, yang dituliskan Oerip Supardjo kepada Matumona, penulis biografi WR Supratman.
Namun, katanya, Oerip telah meralat keterangan itu dengan menyebut bahwa Wage lahir di Somongari.
Ia menjelaskan, dokumen kelahiran Wage di Jatinegara dan Arsip Nasional di Jakarta hingga saat ini tidak pernah ditemukan.
Kemungkinan, katanya, Roekijem yang bersuami orang Belanda itu merasa malu jika Wage sebagai pencipta lagu kebangsaan "Indonesia Raya", ternyata lahir di desa.
Pada sidang di PN Purworejo, tahun 1978, katanya, dua warga Somongari dihadirkan sebagai saksi kelahiran Wage, yakni Amatrejo Kasum dan Martowijoyo Tepok.
Dua saksi itu, katanya, menyebut bahwa Wage lahir di desa itu pada hari Kamis Wage (Kalender Jawa). Mereka menyebut bulan dan tahun kelahiran tetapi lupa tanggalnya.
"Hingga saat ini, referensi tentang asal usul Wage di Purworejo masih lengkap," katanya.
Asisten III Sekretaris Daerah Pemkab Purworejo, Abdurrahman, mengatakan, jika pemerintah pusat menetapkan Wage berasal dari daerah itu selanjutnya pemkab setempat akan mengembangkan Desa Somongari sebagai desa wisata.
Selain itu, katanya, pemkab juga mewacanakan memindah makam Wage yang selama ini di Surabaya, Jawa Timur, ke Purworejo. Wage wafat pada tanggal 17 Agustus 1938 dimakamkan di Pekuburan Kapas Kampung, Jalan Kenjeran, Surabaya.
"Meskipun hal ini masih perlu pembahasan lebih lanjut dan dukungan dana yang tidak sedikit," katanya.
Ia menyatakan keprihatinan Pemkab Purworejo atas kondisi rumah tempat wafat Wage di Jalan Mangga nomor 21 Surabaya yang terkesan tidak terurus secara baik.
"Yayasan tampaknya kurang dana, Pemkab Purworejo juga menyumbangkan anggaran untuk pendanaan operasional monumen itu," katanya.
Cucu keponakan Wage, Suyono, mengharapkan, pemerintah serius meluruskan sejarah pencipta "Indonesia Raya" itu.
WR Supratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ayahnya bernama Jumeno Kartodikromo (tentara KNIL Belanda) dan ibunya, Siti Senen, sedangkan Roekijem adalah kakak sulung yang membawanya ke Jakarta. (ANT)
Soepratman tertantang, lalu mulai menggubah lagu. Pada tahun 1924 lahirlah lagu Indonesia Raya, pada waktu itu ia berada di Bandung dan pada usia 21 tahun.
English: First publication of what is now known as Indonesia Raya in the 10 November 1928 issue of the weekly Sin Po magazine. Bahasa Indonesia: Publikasi pertama lagu Indonesia Raya di edisi tanggal 10 November 1928 di majalah mingguan Sin Po (Photo credit: Wikipedia) |
Pada bulan Oktober 1928 di Jakarta dilangsungkan Kongres Pemuda II. Kongres itu melahirkan Sumpah Pemuda. Pada malam penutupan kongres, tanggal 28 Oktober 1928, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan peserta umum (secara intrumental dengan biola atas saran Soegondo berkaitan dengan kondisi dan situasi pada waktu itu, lihat Sugondo Djojopuspito). Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Semua yang hadir terpukau mendengarnya. Dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional. Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan. Lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka.
Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan, lambang persatuan bangsa. Tetapi, pencipta lagu itu, Wage Roedolf Soepratman, tidak sempat menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan.
Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, ia selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda, sampai jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu ciptaannya yang terakhir "Matahari Terbit" pada awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM Jalan Embong Malang, Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya. Ia meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit.
KONTROVERSI
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purworejo, Jawa Tengah, mengharapkan pelurusan sejarah Wage Rudolf (WR) Supratman, pencipta lagu kebangsaan "Indonesia Raya" yang sesungguhnya berasal dari Purworejo.
"Sudah kami bentuk tim untuk pelurusan sejarah WR Supratman," kata Bupati Purworejo Kelik Sumrahadi dalam sambutan tertulis jumpa pers tentang pelurusan sejarah WR Supratman yang dibacakan Wakil Bupati Mahsun Zain di Purworejo, Selasa.Pengadilan Negeri (PN) Purworejo sejak sekitar satu tahun terakhir menetapkan bahwa tempat dan tanggal lahir WR Supratman di Dusun Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, pada tanggal 19 Maret 1903.
Penetapan itu mengoreksi keterangan tentang WR Supratman selama ini yang lahir di Jatinegara, Jakarta, pada tanggal 9 Maret 1903.
Ia mengatakan, surat permohonan perubahan tempat dan tanggal lahir WR Supratman telah berada di Sekretariat Negara di Jakarta.
"Sebagai warga Purworejo, tentu kami berharap ada pengakuan formal bahwa WR Supratman adalah putra bangsa yang lahir di Purworejo. Kami juga meminta pelurusan sejarah agar anak cucu mendapatkan informasi yang benar," katanya.
Anggota Tim Pelurusan Sejarah WR Supratman, Soekoso DM, mengatakan, selama ini Wage (sebutan untuk WR Supratman) tertulis lahir di Meester Cornelis, Jatinegara, Jakarta.
Keterangan tentang hal itu, katanya, berdasarkan pengakuan kakaknya, Roekijem Soepratijah van Eldik, yang dituliskan Oerip Supardjo kepada Matumona, penulis biografi WR Supratman.
Namun, katanya, Oerip telah meralat keterangan itu dengan menyebut bahwa Wage lahir di Somongari.
Ia menjelaskan, dokumen kelahiran Wage di Jatinegara dan Arsip Nasional di Jakarta hingga saat ini tidak pernah ditemukan.
English: This is plague of Museum Sumpah Pemuda, jalan Kramat Raya No. 106, Jakarta, Indonesia. (Photo credit: Wikipedia) |
Pada sidang di PN Purworejo, tahun 1978, katanya, dua warga Somongari dihadirkan sebagai saksi kelahiran Wage, yakni Amatrejo Kasum dan Martowijoyo Tepok.
Dua saksi itu, katanya, menyebut bahwa Wage lahir di desa itu pada hari Kamis Wage (Kalender Jawa). Mereka menyebut bulan dan tahun kelahiran tetapi lupa tanggalnya.
"Hingga saat ini, referensi tentang asal usul Wage di Purworejo masih lengkap," katanya.
Asisten III Sekretaris Daerah Pemkab Purworejo, Abdurrahman, mengatakan, jika pemerintah pusat menetapkan Wage berasal dari daerah itu selanjutnya pemkab setempat akan mengembangkan Desa Somongari sebagai desa wisata.
Selain itu, katanya, pemkab juga mewacanakan memindah makam Wage yang selama ini di Surabaya, Jawa Timur, ke Purworejo. Wage wafat pada tanggal 17 Agustus 1938 dimakamkan di Pekuburan Kapas Kampung, Jalan Kenjeran, Surabaya.
"Meskipun hal ini masih perlu pembahasan lebih lanjut dan dukungan dana yang tidak sedikit," katanya.
Ia menyatakan keprihatinan Pemkab Purworejo atas kondisi rumah tempat wafat Wage di Jalan Mangga nomor 21 Surabaya yang terkesan tidak terurus secara baik.
"Yayasan tampaknya kurang dana, Pemkab Purworejo juga menyumbangkan anggaran untuk pendanaan operasional monumen itu," katanya.
Cucu keponakan Wage, Suyono, mengharapkan, pemerintah serius meluruskan sejarah pencipta "Indonesia Raya" itu.
WR Supratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ayahnya bernama Jumeno Kartodikromo (tentara KNIL Belanda) dan ibunya, Siti Senen, sedangkan Roekijem adalah kakak sulung yang membawanya ke Jakarta. (ANT)
KOMPAS. com
Posting Komentar